NEW AUTHORS READING CHALLENGE MAY – JUNE WRAP UP

Memasuki paruh tahun, biasanya progress baca itu suka mengendur. Entah mungkin karena kita sibuk oleh kegiatan lain atau memang mood kita untuk membaca sedang rendah atau malas. Saya termasuk yang sedang mengalami itu. Bukan cuma membaca, bahkan menulis review pun rasanya malas sekali dan akibatnya saya merasa beberapa review jadi monoton.  Bahkan ada kalanya sempat terlintas untuk hiatus dari blog. 

Tumpukan timbunan yang rasanya tidak pernah berkurang, dan target membaca 60 buku setahun membuat saya jadi tergesa-gesa dalam membaca dan akibatnya jadi tidak menikmati membaca itu sendiri. Oke, sekian update status tentang diri saya, sekarang saatnya update RC saya.
Mei 2014:
  1. 2 Mei 2014 – The Night Circus – Erin Morgenstren
  2. 8 Mei 2014 – If I Stay – Gayle Forman
  3. 13 Mei 2014 – Triangular Labyrinth – Lommie Ephing

Juni 2014

  1. 5 Juni 2014 – The Candy Makers – Wendy Mass
  2. 14 Juni 2014 – How To Train your Dargon – Cressida Cowell
  3. 26 Juni 2014 – After D-100 – Park Mi Youn

Enam buku, not bad. Hehehehe.

THE WITCH’S GUIDE TO COOKING WITH CHILDREN: RETELLING OF HANSEL AND GRETEL WITH 80% SIMILARITIES.

Judul: The Witch’s Guide To Cooking With Children
Pengarang:  Keith McGowan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Tanti Lesmana
Jumlah halaman: 192 halaman
Cetakan 1, Juni 2012
Segmen: Anak-anak
Genre: Fantasi, retelling fairy tales
Harga: Rp 15.000 (beli di obralan Gramedia)
Rate: ★★★

Solomon dan Constance, atau lebih sering disebut Sol dan Connie adalah kakak beradik yang baru pindah ke kota Schoneberg. Sol, anak cerdas berusia 11 tahun yang menyukai sains, sedangkan adik perempuannya Connie menyukai hewan dan sangat cerdik. 

Di kota itu, secara tak sengaja mereka bertemu dengan Fay Holaderry dan anjingnya, Swift. Meskipun Fay bersikap ramah terhadap kedua anak tersebut, namun ada sesuatu yang menggangu Sol. Ia curiga, tulang yang dibawa oleh anjing Fay, bukanlah tulang hewan, melainkan tulang manusia. 

Bersama-sama, Sol dan Connie berusaha menyelidiki siapa sebenarnya Fay. 

Apakah ada yang pernah menonton serial TV Once Upon a Time yang biasa tayang di TV kabel, tepatnya di channel StarWorld? Cerita dalam buku ini agak-agak mirip konsepnya dengan serial TV Once Upon a Time. Setting modern yang berpadu dengan karakter-karakter dan cerita dari dongeng. Dalam buku ini, dongeng yang diambil adalah Hansel and Gretel karya Grimm bersaudara. 
Sejak awal, penulis sudah memberi tahu, kalau awal kisah ini bermula dari Hansel dan Gretel, karena itu ceritanya pun tidak jauh-jauh dari penyihir yang suka memakan anak-anak, hanya saja tokoh anak-anaknya di sini bukan Hansel dan Geretel tapi Sol dan Connie. Cerita dalam buku ini sejujurnya tidak terlalu menawarkan retelling yang berbeda dengan kisah aslinya. Bila boleh saya sebutkan 80% plot ceritanya mirip, hanya setting dan beberapa karakternya yang berbeda. 
Karena itulah, untuk saya pribadi membacanya terasa datar-datar saja. Penuturannya sendiri lumayan menarik, namun karena saya sudah tahu kisah Hansel dan Gretel, jadinya saya sudah bisa menebak jalan ceritanya (ya, kan namanya juga re-teling) tapi retelling sekalipun bisa dibuat sangat berbeda dengan akhir yang penuh twist
Satu-satunya hal yang saya suka dari cerita ini adalah hubungan kakak-beradik antara Sol dan Connie. Sol yang meski terkesan cuek tapi sangat menyayangi dan peduli pada sang adik, sedangkan Connie yang bandel dan terkadang suka berbuat licik pada kakaknya sendiri, namun ujung-ujungnya tetap selalu mengandalkan sang kakak.

Salah satu dialog Sol terhadap adiknya, Connie yang saya suka adalah:

“Aku tidak akan pernah memaafkanmu. Tapi itu tidak berarti aku tidak akan menolong dan melindungimu.” ~hal 174

Untuk karakter-karakternya sendiri, semuanya tipikal. Walau sejujurnya, saya penasaran dengan si penyihir. Untuk karakter anak-anak, saya hanya suka Sol. Connie terlalu bandel, hehehe. 

Moral dari buku ini bukan bagaimana cara mengalahkan penyihir tapi tak peduli meskipun kau sering bertengkar dengan saudaramu, tetapi sesama saudara harus saling mengandalkan dan tolong menolong di masa-masa sulit.

Review saya singkat saja, karena bukunya sendiri juga tipis dan ceritanya cenderung lurus. Kalau pun ada yang mau saya keluhkan adalah cetakan ilustrasi dalam buku yang terlalu gelap.

Reviewed by:

This review also for RC: 

AFTER D-100: LESSON ABOUT LIFE AFTER MARRIAGE

Judul: After D-100
Pengarang: Park Mi Youn
Penerbit: Haru
Penerjemah: Putu Pramania Adnyana
Penyunting: O Lydia Panduwinata
Cover Designer & ilustrasi: Bambang Gunawan
Proofreader: Dini Novita Sari
Jumlah halaman: 382 halaman
Cetakan pertama, Juni 2013
Segmen: Dewasa
Genre: Domestic romance, drama, realistic fiction
Special note: Thanks to Dinoy atas hadiah GAnya. 
Harga: Rp 63.000, bisa dibeli di owl bookstore
Rate: ★★★½

Namaku Kang Gyung Hee. Aku telah menikah selama 2 tahun dengan suamiku. Selama ini kukira kehidupan pernikahanku baik-baik saja, sampai aku menemukan rahasia ‘itu’. Rahasia yang membuat kehidupan pernikahanku hancur berantakan. Teganya suamiku melakukan hal itu kepadaku. Selama ini aku selalu mencintainya sepenuh hati, bahkan aku rela menerima perlakuannya yang terkadang dingin padaku, tapi perbuatannya kali ini sungguh tak termaafkan dan telah menyadarkanku satu hal. Tunggu saja setelah 100 hari, akan kuberikan kejutan pada suamiku. Aku akan mengajukan cerai.

Namaku Lee Jung Chul. Semua orang selalu mengira kehidupanku sempurna. Secara fisik, aku tinggi dan tampan. Secara sosial, aku mapan karena aku seorang direktur. Kehidupan pernikahanku juga baik-baik saja sampai istriku mengetahui rahasia ‘itu’. Rahasia yang selama ini selalu kusimpan rapat-rapat. Aku selalu mengira cinta istriku sudah cukup untuk membuat pernikahan kami bertahan, namun ternyata aku salah.

Domestic romance. Itulah genre utama buku ini jika ada yang bertanya. Apa itu domestic romance? Romance yang membahas pada seputar hubungan suami-istri. Ini adalah buku karya penulis Korea ketiga yang saya baca. Berbeda dari 2 buku K-Lit sebelumnya yang ceritanya cenderung manis. After D-100 lebih terasa bittersweet atau manis pahit dan emosional. Saya tidak bisa berkomentar terlalu banyak mengenai ceritanya karena akan berpotensi menimbulkan spoiler. Namun saya menyarankan buku ini dibaca bagi mereka yang penasaran akan kehidupan setelah menikah, sekalian untuk menambah wawasan.
Masalah utama rumah tangga yang diangkat di sini adalah ketiadaan anak yang tak kunjung muncul setelah 2 tahun menikah, lalu konfilk mertua-menantu juga sering terjadi. Belum lagi kemunculan orang ketiga seperti Mina dan In Sik, walaupun menurut saya, kemunculan mereka masih sebatas bumbu saja dan tidak sampai jadi ancaman karena porsi mereka sangat sedikit. Meskipun masalah-masalahnya terdengar klise tapi saya suka gaya penuturan penulis yang seperti membaca buku harian dengan sudut pandang orang pertama yang sering  diselingi umpatan sarkasme dari Gyung Hee. Untuk hal ini, saya acungkan jempol terhadap terjemahannya yang ngalir.
Dari sisi budaya sendiri, Korea sama seperti negara Asia pada umumnya. Saat seseorang menikahi pasangannya, maka ia juga menikahi keluarganya. Di sini saya mengetahui kalau di Korea, mas kawin disebut Honsu dan biasanya Honsu itu dipersiapkan oleh pengantin wanita sebelum menikah. Pihak lelaki biasanya menyiapkan rumah dan pihak wanita menyiapkan seluruh isinya. Dan satu hal yang saya suka dari buku-buku K-Lit, adalah unsur keluarga yang terasa begitu kental, biasanya yang menyangkut hubungan keluarga inti seperti anak-orang tua atau adik-kakak. 
Beberapa konflik penuh emosi dipertengahan cerita sempat membuat saya merasa sedikit bosan, karena feelnya terasa panas terus, namun di satu sisi saya juga menikmati drama keluarganya, di mana keluarga Gyung Hee mulai dari ayah, ibu dan ketiga kakaknya kompak membela Gyung Hee ketika ia sedang menghadapi masalah rumah tangganya meski caranya berbeda.

Berikut ini adalah sedikit kutipan yang saya suka dari buku ini. Ada yang petuah nasehat, ada yang romantis.

“Bukankah sangat egois jika kita mengabaikan hati orang lain yang hancur karena luka di hati kita sendiri semakin membaik? Meskipun terkadang kita merasa luka yang kita alami inilah yang paling menyakitkan, bukankah kita juga harus tetap peduli dengan kesakitan yang dialami oleh orang lain?” ~hal. 214

Dan yang satu ini sangat manis:

“Kau tahu tidak, kalau aku mengingat kehidupan kita dulu, aku dulu sangat bahagia. Selama dua tahun itu, aku merasa bahagia karena kau ada di sisiku. Setiap hari kau menyiapkan makanan untukku, tidur bersama, nonton TV bersama, jalan-jalan bersama. Hal-hal sepele seperti itu terasa sangat istimewa bagiku dan aku tidak ingin menghancurkan semua itu. Rasa egoiskulah yang membuatku membohongimu. Aku tahu. Aku telah membohongimu. Meskipun aku tahu kau menderita, aku tetap ingin membuat orang lain iri dengan kehidupanku, sehingga semakin membuatmu merasa sakit. Cinta, aku masih tidak tahu tentang itu. Akan tetapi, aku rindu dengan masa-masa yang kuhabiskan bersamamu. Kalau kau juga masih merindukan saat-saat itu, datanglah kembali padaku.” ~hal 288.

Moral dari buku ini adalah, pentingnya suatu komunikasi dan kejujuran dalam pernikahan dan ingatlah inti dari menikah adalah menjalani suka dan duka bersama-sama, bukan hanya ditanggung oleh masing-masing pasangan. Sukacita suami adalah bahagia istri dan dukacita istri adalah kesedihan suami. BTW, karena ini domestic romance, ada sedikit adegan intim di atas ranjang khas suami istri, karena itu segmen pembaca buku ini adalah dewasa.

Imaginery cast
Sejujurnya, saya tidak punya karakter favorit dari buku ini, setiap karakter tidak ada yang sempurna dan semua tercipta sesuai kebutuhan cerita, bukan untuk menjadi idola, namun tetap saja membaca buku ini serasa seperti menonton drama Korea yang sarat emosi. Karena itu saya coba membayangkan beberapa aktor Korea yang berperan sebagai Gyung Hee, Lee Jung Chul dan juga Jung Woo, sahabat Gyung Hee. 

Kang Gyung Hee, sejujurnya agak susah cari aktris perempuan berusia 24 – 28 tahun untuk memerankan Gyung Hee, karena yang terkenal  itu banyaknya nuna-nuna mid-thirties, heheheh. Tapi akhirnya saya ketemu 1 yang namanya agak mirip sama sang penulis sendiri, yaitu Park Min Young. Saat senyum, ekspresinya tampak ceria dan saat sedih, begitu sendu.

Untuk pemeran cowoknya, berhubung sang suami digambarkan sudah berumur matang, 33 tahun, maka saya memilih semua aktor yang di atas 30 tahun. Dan entah kenapa terbayangnya cuma Kwon Sang Woo aja, mungkin karena wajah tampannya yang melankolis, cocok akan karakter Lee Jung Chul.

Dan terakhir pemeran Jung Woo, sahabat Gyung Hee yang lucu, suka ngedumel tapi setia, saya rasa aktor Kim Young Kwang, cocok untuk memerankannya.

Saya sebenarnya ingin memberi rating 4 bintang untuk cerita dengan akhir yang bitter-sweet ini, hanya saja saya merasa beberapa bagian dalam cerita  terlalu panjang dan berlebihan yang akan terasa lebih baik bila diringkas. Final rate 3.5. stars. Eniwei, cerita ini cocok dibaca bagi mereka yang juga mempunyai masalah yang sama dengan pasangan Gyung Hee – Jung Chul, yaitu kemandulan.

Reviewed by:

SHARE YOUR EXPERIENCE: TIPS BELANJA BUKU SECARA ONLINE

Kembali lagi postingan non review. Postingan non review kali ini saya lakukan karena kadang banyak sekali komen-komen yang masuk dalam review saya dan bertanya di mana sih beli buku yang saya review itu. Kok bisa harganya murah? Terus kadang ada yang bertanya, “Kak, aman tidak kalau belanja di toko buku online?”

Pertama, saya akan menjawab mengenai ‘buku murah’. Biasanya saya suka menuliskan berapa harga buku dan di mana saya membelinya. Namun kalau yang harganya murah sekali, biasanya itu saya ketemu di obralan yang kadang-kadang suka diadakan secara mendadak di Gramedia, jarang sekali toko buku online mengadakan obralan, kalaupun ada hal tersebut sangatlah jarang. Nah untuk obralan saya tidak akan lanjut membahasnya lagi, secara obralan itu bukanlah membeli secara online.
Mengapa memilih belanja secara online?

Ada banyak alasan mengapa seseorang lebih memilih belanja secara online. Saya akan kemukan alasan yang juga menjadi pertimbangan saya lebih memilih berbelanja online.
  1. Diskon. Tak peduli seberapa menarik suatu buku, biasanya harga tetap menjadi pertimbangan utama seseorang membeli buku, terkecuali kita adalah fans garis keras dari seorang penulis. Rata-rata toko buku online memberikan diskon antara 15 – 20% untuk normalnya dibanding bila kita membelinya di toko buku biasa. Kadang  bila suatu toko buku online sedang promo, bahkan diskon tersebut bisa lebih besar lagi, misal 25% – 30%. Namun promo ini jarang-jarang dan juga ada batas waktunya, selain itu biasanya tidak semua items didiskon 30%. Jadi biasanya saya sangat memanfaatkan promo disko 25-30% ini dan bisa membeli 3-5 buku. Walau setelah ditambah ongkir, jatuh diskonnya yah hanya 20% juga. Tapi bagi saya, harga tersebut sudah lebih murah dibanding berbelanja di toko buku sejenis Gramedia. Note: biasanya untuk online saya hanya membeli buku-buku terbitan non Gramedia seperti Gagas Media, Haru, dan lain-lain. Berhubung saya tinggal di Jakarta, saya tidak pernah membeli buku terbitan Gramedia secara online, selain diskonnya cuma sedikit yaitu 15% saja, toko buku Gramedia sering sekali mengadakan book lover time di mana mereka mendiskon 20% untuk buku-buku terbitan Kompas-Gramedia Group. Dan untuk beberapa acara spesial seperti ultah atau Kompas-Gramedia Fair, terkadang diskonnya suka 30%. Selain itu, terkadang Gramedia sering mengadakan shocking sale di mana  kalau beruntung, saya suka menemukan buku-buku lama ataupun agak baru terbit dalam kondisi baik dengan harga teramat miring, seperti 10 ribu – 25 ribu rupiah saja. So keep your eyes for shocking sale. 
  2. Praktis. Beberapa orang terlalu sibuk atau mungkin terlalu jauh jarak tempat tinggalnya dengan toko buku fisik. Maka online menjadi suatu jawaban. Tinggal duduk di depan komputer, klik, bayar lalu buku pesanan kita akan diantarkan. 
  3. Lebih mudah mencari buku yang diinginkan. Bagi sebagian orang (termasuk saya) kadang saya suka bingung sendiri saat belanja di Gramedia dan melihat banyaknya tumpukan buku. Yang ada sering daftar belanjaan bertambah karena kepingin buku ini dan itu dan buku yang rencana kita beli malah akhirnya tidak dibeli dan membeli buku lain. Atau sebaliknya saking bingungnya dengan banyaknya buku-buku akibatnya jadi pusing sendiri dan justru akhirnya tidak jadi membeli. Dengan online, kita bisa fokus mencari buku-buku yang kita inginkan saja dan bisa juga sambil browsing untuk menambah buylist, siapa tahu ketemu buku menarik. 
  4. Mencari buku-buku langka atau lama yang sudah tidak dijual di toko buku. Oke, mungkin alasan nomor 4 ini agak beda kasus. Tapi intinya tetap belanja online. 

Memilih Toko Buku Online

    Postingan saya tidak berbayar, jadi saya tidak ada maksud beriklan mengenai beberapa toko buku online. Mungkin beberapa pembaca ada yang bingung dalam memilih toko buku online. Sejujurnya untuk saya pribadi, saya termasuk yang tidak terlalu sering belanja online. Apalagi sejak Gramedia banyak menggelar shocking sale sejak tahun 2013 kemaren. Namun shocking sale itu untuk saya pribadi sifatnya hoki-hokian. Kalau beruntung, saya bisa mendapat buku yang saya cari dengan harga miring namun tidak selalu. Selain itu saya bukan termasuk yang ‘gigih’ dalam mencari buku-buku yang susunannya sudah berantakan. 
    Ini adalah beberapa toko buku online yang pernah saya pakai jasanya:
    1. Bukabuku. Saya lumayan sering memesan dari bukabuku. Katalog bukabuku termasuk yang lengkap, selain itu untuk buku-buku dengan distributor Agro Media (Gagas Media, Haru, Bukune), bukabuku memberikan diskon bukan 15% tapi 20%. Untuk yang tinggal di Jakarta bahkan bisa memesan dengan COD (Cash on Delivery). 
    2. Bukukita. Saya sangat jarang memesan di bukukita, namun bukukita salah satu TB online yang juga sering memberikan point saat berbelanja.
    3. Inibuku. Dulu saya lumayan sering memesan di inibuku karena bisa COD.
    4. Bookoopedia. Saya hanya sekali memesan di sini dan itu pun karena sedang ada promo :D. Coba bookoopedia memberikan diskon seperti TB online lainnya.
    5. Bukubukularis. Berbeda dengan beberapa TB online lain yang lebih fokus pada self-online dengan browsing di web toko, maka bukubukularis gencar promosi di twitter (@bukubukularis), beski BBL mempunyai alamat web juga, tapi promosi mereka lebih gencar via twitter. Dan yang saya suka dari bukubukularis adalah komunikatif. Jadi tinggal tanya buku apa yang kita cari, mereka akan langsung beritahu ada atau tidaknya dengan respon yang cepat. Enaknya juga, saat online, kita bisa bertanya tanpa batasan jam kerja, jadi tengah malam pun tetap dijawab.
    6. Grazera. Toko buku online milik jaringan TB Gramedia ini terkadang suka mengadakan promo menggiurkan (misal diskon 30-50%) untuk item tertentu, saya biasanya memfollow twitter mereka untuk informasi.
    7. Gramediaonline. Salah satu TB online milik grup KKG.
    8. Bukumoo123. TB online yang berbasis di fb ini bersifat personal dan lebih mengkhususkan pada alasan nomor 4. Yaitu mencari buku-buku yang sudah langka atau lama. Pastikan add bukumoo di fb kalau mau berbelanja.
    9. Opentrolley atau periplus. Khusus yang mau mencari buku-buku import.

    Itu adalah beberapa yang pernah saya pesan, ada juga beberapa yang mau saya coba seperti Bukuku Bukumu, atau pengenbuku.

    Penting diperhatikan
    Saat berbelanja online di toko manapun (termasuk yang saya sebutkan di atas), untuk menghindari kekecewaan, ada baiknya untuk memerhatikan beberapa hal berikut:

    1. Ketersediaan stock. Beberapa TB online mencantumkan nomor telepon customer servicenya. Ada baiknya menelepon CSnya dulu untuk memastikan apakah buku yang kamu cari ada atau tidak. Terlebih apabila di situsnya tidak dicantumkan ready stock. Bahkan bila dicantunkan ready stock sekalipun bisa saja salah, entah karena miskomunikasi antara web admin dengan orang gudangnya ataupun belum sempat di update. Karena sering kejadian, uang sudah dibayar lunas, ternyata stock tidak tersedia, meskipun pada akhirnya direfund, tapi sebagai customer pasti sudah merasa capek dan buang waktu karena harus terus follow up pesanannya.

    2. Hati-hati promo. Terkadang TB online suka mengadakan promosi beberapa buku dengan diskon yang sangat menggiurkan, misal 70%. Saya menyarankan untuk memastikannya dulu dengan cara menghubungi CS-nya baik lewat telepon atau email, apakah promo tersebut masih berlaku. Karena terkadang beberapa toko buku online suka tidak update mengenai promo ini. Misal di situsnya bilang promo 70%, tahu-tahu pas sudah dibayar lunas, ternyata buku masih belum dikirim dengan alasan uangnya kurang. Dan saat dihubungi CS-nya hanya bilang kalau prmo 70% off sudah tidak berlaku dan kembali menjadi 20% off. Jengkel kan? Pasti, karena bahkan customer tidak diinformasikan dan malah pihak customer yang menghubungi si CS. Karena itu, saya menghargai TB online yang rajin dan komunikatif.

    Dua itu saja sih yang utama, silakan kalau mau sharing yang lain. Untuk masalah pengiriman, saya tidak akan bahas, karena sudah tugas dari jasa kurir.

    Note:
    Toko buku yang saya bahas adalah toko buku yang memang spesialisasi bisnisnya sudah jelas. Saya tidak akan membahas yang membeli kolpri alias koleksi pribadi, karena untuk yang ini, memang hanya berlandaskan kepercayaan saja (kebetulan saya juga salah satu yang suka menjual kolpri)

    Pengalaman jelek?

    BTW, pernah tidak, saya dapet pengalaman jelek dari belanja online? Jawabannya pernah. Bukan ditipu tapi lebih ke servis atau pelayanan yang kurang enak. Karena orderan saya diabaikan hingga 1 bulan padahal uang + ongkir sudah dibayar lunas, dengan alasan beberapa buku sedang out of stock (katakanlah buku A dan buku C, sedangkan stok buku B dan D ada). Dan giliran stok buku A dan C datang, masa stok buku B dan D-nya habis, lha memang tidak direserve dulu waktu saya sudah konfirmasi lunas. Setelah marah-marah panjang lebar di email, mendadak semua stock buku yang saya pesan ada dan langsung diantar dengan jasa kurir ‘sehari pasti sampai’ dan sebagai bentuk permintaan maaf, saya dapat buku gratis. Yah meskipun pada akhirnya mereka memperbaiki kesalahannya, saya sudah terlanjur malas untuk berbelanja lagi di sana. Saya tidak akan sebut nama toko bukunya, tapi saya kapok berbelanja online di sana.

    Nah, bagaimana dengan kalian? Apa kalian punya pengalaman kurang enak saat berbelanja online? Atau sebaliknya pengalaman menyenangkan?

    HOW TO TRAIN YOUR DRAGON: SIMPLE AND FUN STORY

    Judul: How To Train Your Dragon
    Pengarang: Cressida Cowell
    Penerbit: Mizan Fantasi (Mizan Group)
    Penerjemah: Mutia Dharma
    Editor: Maria Masniari Lubis
    Proofreader: Ela Karmila
    Jumlah Halaman: 254 Halaman
    Cetakan 2, Juni 2010
    Segmen: Anak-anak, semua umur
    Genre: Fantasi. humor
    Harga: Rp 22.500
    Rate: ★★★½

    Lady Storytelling berjalan mondar-mandir mengelilingi ruangan. Tap tap tap, dari kiri ke kanan lalu tap tap tap balik lagi dari kanan ke kiri. Suara ketukan sepatunya menjadi satu-satunya irama dan juga suara yang terdengar dalam ruangan seluas seperempat lapangan sepakbola tersebut. Suasananya memang tenang tapi jauh dari kata santai, sebaliknya ketegangan seolah terasa begitu kental. Sesekali ia menengok ke sebuah keranjang rotan yang berada tepat di tengah-tengah ruangan tersebut. 
    Sementara itu merapat di dinding ruangan tersebut,  seekor monyet berbulu coklat dan sesiung bawang putih tampak merunduk tegang, si monyet coklat yang bernama Monky dan temannya si bawang putih yang bernama Oniyon terlihat pasrah seperti menunggu vonis pengadilan. 
    “Ini tak bisa diterima!” ujar sang Lady yang tampak gusar. 
    “Bagaimana mungkin kalian membawa naga sekecil itu padaku?” hardik sang Lady pada Monky dan Oniyon. 
    “Milady, meski kecil, naga tersebut kuat dan gesit,” jawab sang monyet membela diri. 
    “Benar, ukuran itu relatif dan seharusnya tidak menjadi masalah, kami yakin naga tersebut kuat dan perkasa,” timpal Oniyon. 
    “Monky, Oniyon,” sang Lady berusaha tetap menjaga nada suaranya. “Apakah kalian tahu, bahkan naga yang kalian bawa berukuran lebih kecil daripada Kitten, bisa bayangkan lebih kecil daripada anak kucing?”
    Oniyon kembali menjawab, “Milady, itu karena naga tersebut masih anak-anak. Kami yakin naga tersebut akan tumbuh menjadi raksasa saat dia sudah besar nanti.”
    Lady Storytelling menghentikan kegiatan mondar-mandirnya dan menghampiri kedua anak buahnya. Ia lalu mengeluarkan sepucuk surat dari saku baju berkudanya dan mengacungkan surat tersebut kepada Oniyon dan Monky. 
    “Kalian tahu, sebentar lagi kontes naga tahunan akan kembali diselenggarakan. Dan kali ini aku akan ikutan, karena itu aku butuh naga agar bisa mengikuti kontes. Tapi jika mereka melihat naga sekecil itu,” ia lalu menunjuk ke arah keranjang, “aku pasti akan jadi bahan lelucon. Dan aku juga bosan melihat Dany selalu memenangkan kontes naga tahunan.”
    Monky berbisik kepada Oniyon, “Tak ada yang bisa mengalahkan Daenerys Targaryen selama 7 tahun berturut-turut.”

    Source

    “Benar, ia mendapat julukan ibu para naga bukan tanpa alasan, bahkan bila Lady kita memiliki naga yang lebih besar pun, kurasa tetap tak mampu menggoyahkan popularitas mama naga,” Oniyon mengangguk-angguk setuju. 

    “Jangan berbicara seolah-olah aku tak mendengar,” hardik sang Lady, lalu ia menjewer Monky dan mencubit pipi Oniyon. “Ini bukan soal kalah atau menang, tapi tampil mengesankan.”

    “Ampun, Milady, tapi hanya inilah naga yang bisa kami pinjam, anak-anak Viking yang lain tidak ada yang bersedia meminjamkan naganya pada kami,” jawab Oniyon dengan merana.

    Monky melanjutkan, kali ini tampak marah, “Kami nyaris babak belur dihajar oleh anak-anak barbar itu, Milady.”

    Lady Storytelling mengamati Monky dan Oniyon, “Lalu bagaimana kalian akhirnya bisa mendapatkan naga? Siapa yang akhirnya meminjamkannya?” dan sebelum Monky atau Oniyon sempat menjawab, ia kembali menegaskan, “Aku tidak ingin dengar mengenai pencurian.”

    Monky langsung menggelengkan kepalanya cepat, “Seorang anak Viking bernama Hiccup akhirnya bersedia meminjamkan naganya kepada kami. Ia memang tampak berbeda dari anak-anak Viking lainnya.”

    Lady Storytelling tampak penasaran, “Berbeda bagaimana?”

    “Untuk ukuran anak-anak Viking yang biasanya berbadan besar. Si Hiccup ini kurus, ceking, kerempeng. dan tidak suka berkelahi,” jawab Oniyon.

    “Dengan kata lain, dia cukup beradab untuk ukuran orang-orang barbar,” lanjut Monky.

    Sementara itu tidak ada yang menyadari, kalau si naga kecil yang dari tadi dibicarakan, mendadak sudah bangun. Si naga lalu terbang menghampiri Lady Storytelling, Monky dan Oniyon, ia berusaha menarik perhatian mereka dan membuka mulutnya, “Wakikki guguga kapaarrr.”

    Sang Lady, Monky dan Oniyon langsung menoleh ke arah si naga. Sementara si naga tampak terbang sambil menunjuk perutnya lalu membuka mulutnya.

    “Dia sudah bangun,” sang Lady tampak waswas.

    “Apa yang dia bilang?” tanya Oniyon.

    “Mana aku tahu bahasa naga,” jawab Monky.

    “Kurasa dia lapar,” jawab sang Lady berhati-hati. “Oniyon, cepat carikan ikan atau apapun yang bisa dijadikan makanan naga.”

    “Siapa laksanakan, Milady,” Oniyon segera berlari untuk mencarikan makanan si naga kecil.

    “Aku sebaiknya membantu Oniyon, Milady,” sambung Monky yang tampak berusaha menjauh dan terus menghindar saat si naga kecil mengendus-endus si monyet dan menatapnya dengan lapar.

    Beberapa menit kemudian, keadaan sudah lebih tenang. Krebi ikut membantu mengurus si naga kecil, rupanya kepiting merah tersebut bisa berbahasa naga. Sementara itu, Lady Storytelling memutuskan untuk pergi ke dimensi lain demi mencari naga yang lebih oke, dimensi tersebut adalah Dimensi Visual.

    Dalam dimensi visual tersebut segala sesuatu benar-benar berbeda walau memiliki nama yang sama. Pertama Hiccup si anak viking kurus kering dan kerempeng berubah.

    Di dunia buku, Hiccup seperti ini :

    Source

    Sementara di dimensi visual, Hiccup berubah 180 derajat seperti ini:

    Source

    Dalam hati, sang Lady berandai-andai, seandainya Hiccup versi Dimensi Visual ini masing single, mungkin dia akan cocok dengan Rapunzel atau Merida. Tapi yang paling membuat sang Lady senang adalah, naganya. Toothless si naga ompong tidaklah sekecil Toothless yang dibawa oleh Monky dan Oniyon. Naga tersebut bahkan cukup besar untuk bisa ditunggangi. Naganya sangat lucu, berwarna hitam seperti malam, dengan mata belo dan di sini, si naga menyemburkan api biru.

    Setelah puas bermain di Dimensi Visual, Lady Storytelling kembali pulang dan tampaknya keadaan rumahnya masih sama kacaunya. Oniyon dan Monky jelas tidak ada bakat sama sekali dalam menangani naga, hanya Krebi saja yang tampaknya sanggup mengurus naga, dan itu pun karena ia menguasai bahasa naga.

    “Uga-uga, pakka pakka, rrrroaaar, miga miga, pukukuku, Monky badada Oniyon,” Krebi tampak berkata tegas pada si naga. “Kau tak boleh memakan Monky dan Oniyon.”

    Sementara di sudut lain ruangan, tampak Monky bersembunyi di atas lemari sambil mengusap-usap ekornya yang terkena semburan api si naga, sedangkan Oniyon bersembunyi di kolong meja dan sebagian jambulnya tampak gosong.

    “Monky, Oniyon, tinggalkan dulu mengurus naga itu, aku ada tugas lain untuk kalian,” Lady Storytelling memerintahkan Monky dan Oniyon untuk mengikutinya. Biasanya Monky dan Oniyon tidak pernah semangat mendengar kata tugas dari sang Lady, namun kali ini mereka justru tampak lega mendengar kata tugas. Dengan semangat menggebu keduanya langsung berlari mengikuti sang Lady ke ruang kerjanya.

    “Monky, Oniyon, tadi aku baru kembali dari Dimensi Visual How To Train You Dragon. Dan jelas segala sesuatunya sama sekali tidak mirip dengan dunia buku. Tapi sama-sama menariknya.”

    “Dimensi Visual, Milady?” tanya Monky heran.

    “Ya, Dimensi Visual, kau tahu kadang mereka menyebutnya film. Nah di sana aku melihat seekor naga yang lucu sekali. Warnanya hitam, matanya belo, imut-imut, pokoknya menggemaskan, seperti di foto ini

    Source

    nah, aku ingin agar kalian mencarikan aku naga seperti itu. Dan semburan apinya juga harus biru, bukan merah.”

    Monky dan Oniyon tampak melongo.

    “Dan di mana tepatnya, kami bisa menemukan naga seperti itu, Milady?” tanya Oniyon.

    “Oniyon, untuk apa aku menyuruhmu mencarinya, bila aku tahu di mana menemukannya,” Lady Storytelling menjawab ketus. “Nah sekarang aku harus pergi. Ratu Elsa dari Arrandale mengundangku untuk acara minum teh dan selanjutnya Jack Frost memintaku untuk menjadi juri dalam lomba ‘perang bola salju’, hari ini aku sibuk sekali.”

    Setelah sang Lady pergi, Monky dan Oniyon masih tampak merana. Keduanya berjalan gontai menuju pendiangan untuk menghangatkan diri.

    “Naga sehitam malam, mata belo seperti kucing dan menyemburkan api biru. Ahhhh di mana kita harus mencarinya, Monky?”

    “Entahlah Oniyon, coba cari di toko Cute Beast and Monster, mungkin mereka ada menjualnya.”

    Reviewed by:

    This review also for RC: 
    – Lucky No.14 Reading Challenge: Movies vs Books
    – 2014 TBRR Pile RC: Additional Challenge – Books into Movies
    – New Authors Reading Challenge 2014
    – Children’s Literature Reading Project

    SPEAK UP YOUR MIND: LOVE N HATE RELATIONSHIP WITH ROMANCE GENRE

    Baiklah, mulai sekarang tiap bulan (atau 2 bulan atau 3 bulan atau entahlah tak jamin konsisten), saya akan membuat postingan non review yang bernama “Speak Up Your Mind”  Untuk SUYM pertama ini, cuap-cuap saya adalah mengenai hubungan cinta dan benci saya sama genre yang bernama ‘romance’. 

    Romance, apa yang ada dipikiran kita saat mendengar kata itu? Mungkin sebagian besar dari kita akan menjawab percintaan.

    Jawabannya tidak salah. Namun percintaan itu sendiri mempunyai berbagai macam rasa. Ada yang manis, ada yang pahit, ada yang sedih, ada yang hambar. Saya tidak akan membahas mengenai genre-genre dalam romens. Bila ada yang penasaran mengenai berbagai macam genre dalam novel romance, silakan berkunjung ke blog-nya Ren di Ren’s Little Corner yang super duper komplit membahas genre dalam novel romance.


    Trus apa donk yang mau dibahas sama saya di sini? Emmm jawabnya curhatan saya, heheheh. Entah mengapa, sejak tahun 2013 kemaren, saya sulit sekali menikmati romens dalam suatu buku. Baik yang memang sebagai tema utama atau pun hanya sekedar lada, eh maksud saya bumbu penyedap.

    Padahal kurang lebih 4 atau 5 tahun yang lalu, saya berani mengklaim kalau romens dan fantasi adalah 2 genre favorit saya. Tapi kalau ditanya pertanyaan yang sama sekarang, mungkin jawaban saya akan seperti ini, “Omni-reader, tidak ada genre favorit, semua tergantung cerita dan penuturannya.” Eniwei, tapi fantasi masih menjadi genre yang akan selalu saya suka kok, kapan-kapan saya akan buat curhatan mengenai genre fantasi. But now, it’s romantic time.

    Sekarang saya melihat buku lebih secara keseluruhan, tidak hanya di bagian romensnya (kebalikannya drama Korea, saya lebih seneng liatin bagian romensnya #siapajugayangtanya). Malah terkadang ada suatu cerita yang saat saya membacanya, justru adegan romensnya membuat tensi turun atau ilfil (ilang filing). Misal lagi seru-serunya beraksi eh ciuman di tengah cerita ala film Hollywood. sambil mengucapkan kata-kata keju, maka reaksi saya hanya:

    Source

    Nah, terus, kenapa nggak baca yang memang tema utamanya romens saja, macam hisrom (historical romance), pararom (paranormal romance), contemporer romance, yah pokoknya yang memang genre utamanya romens. Dulu saya suka, sewaktu SMU dan kuliah tapi ternyata saya punya sifat cepet bosen. Terutama kalau ternyata tidak ada hal baru yang ditawarkan, dan romens-romens dalam lini Harlequin itu rata-rata generik atau setipe semua (cowoknya ganteng abis, tajir, macho, alpha male githu deh, sedangkan cewenya, entah awalnya kuat atau lembut, tapi pas udah ke adegan cinta, jadinya yah sama aja, lebih fokus ke urusan badan dan ranjang).  Dan setelah itu, saya mulai menikmati kisah romantis sebagai bumbu penyedap dalam cerita alih-alih tema utama. 

    Tapi dibilang nggak suka romens sebagai genre utama juga tidak sepenuhnya benar sih #galandanplinplan. Buktinya saya masih suka membaca novel-novel Nicholas Sparks, walau baru dua sih yang saya baca, hehehe. Yang saya suka dari novel Nicholas Sparks karena cerita percintaannya lebih main di emosi bukan di fisik. Terus sering dalam novel-novelnya juga ada adegan drama keluarga.

    Balik lagi ke novel romens yang ada di lini Harlequin dan sejenisnya. BTW yang saya maksud dengan dan sejenisnya tuh yang secara bahan-bahannya sama, ada cowok alpha male, adegan dewasa dan akhiran yang selalu happy ending alias pasti jadian. Tinggal cara meraciknya aja yang variatif, ada yang suspense romance, biasanya salah satu jagoannya berprofesi detektif, polisi, agen rahasia/mata-mata, tentara. Trus ada yang contemporer romance, biasanya cowok-cowoknya profesinya yang bergaji tinggi dan mapan macam business tycoon, dokter, pengacara, pangeran, syeikh (eh itu 2 terakhir mah gelar yah) dll. Dan dibandingkan dengan romens impor, profesi cowok di romens lokal lebih sempit. Biasanya nggak jauh-jauh dari pengusaha atau profesi white collar githu.

    Cover-cover novel romance yang selalu berakhir happily ever after. 

    Nah rasanya sejak 4 atau 5 tahun yang lalu (saya lupa pastinya), datang jenis lain dalam variasi genre romantis. yaitu historical romance. Sesuai namanya history yang artinya sejarah atau kisah di masa lalu, hisrom ini bercerita dengan mengambil waktu berpuluh atau beratus-ratus tahun yang lalu. Sebenarnya hisrom ini sudah pernah masuk sih di Indonesia, cuma kurang populer. Mungkin faktor penerbit minor dan distribusi yang sulit jadi penyebabnya.

    Saya ingat, genre hisrom yang pertama-tama populer di Indonesia itu adalah seri Wallflowernya Lisa Kleypas. Dan itu juga genre hisrom yang pertama kali saya baca. Secara keseluruhan, hisrom nggak terlalu jauh beda sama genre-genre romens dalam lini Harlequin yang berpusat pada pencarian cinta. Cowok-cowoknya juga rata-rata tipikal alpha male. Cuma bedanya, di hisrom ini, cowoknya ini banyak yang bergelar bangsawan macam Duke, Earl, Viscount, kalau settingnya di Inggris tempo dulu, macam era regency atau victorian. Bahkan tidak semua seri wallflower saya suka. Dari 4 seri musimnya, hanya Devil in Winter yang paling saya suka, 3 lainnya so-so saja.

    Dan selanjutnya hisrom rutin terbit setiap bulan (silakan dikoreksi seandainya saya salah). Setelah Lisa Kleypas, saya juga baca hisrom karangan Julia Quinn. Namun sepertinya sifat pembosan saya kembali mengambil alih, karena setelah 6 atau 7 buku hisrom, saya mulai bosan. Meski begitu saya masih penasaran sama genre hisrom. Lalu penerbit lain macam Dastan yang sebelumnya banyak menerbitkan suspense romance juga ikut menerbitkan hisrom. Dan salah satu yang saya koleksi adalah hisrom bersetting western yang eranya masih barbar, di mana perang sipil masih berlangsung. Termasuk perang rasial antara kulit putih dan penduduk asli Amerika atau Indian. Salah satu seri romens yang bersetting itu adalah Comanche seriesnya Catherine Anderson.

    Buku hisrom Catherine Anderson ini agak beda rasanya sama beberapa genre romens lain. Bedanya apa? Pertama, romes ini banyak rasa angst-nya. Kedua, banyak adegan yang penuh kepahitan untuk ukuran novel romens yang biasanya manis atau galau. Buku Catherine Anderson pertama yang saya baca adalah seri Comanche Moon. Yang settingnya berlangsung di era perang sipil dan adegan kekerasan mendominasi masa itu. Dan dari beberapa review yang saya baca, sering tokoh perempuan dalam novel Catherine ini dikisahkan mengalami tindakan kekerasan atau perkosaan. Meski begitu yang namanya series pasti ada turun-naiknya. Dan seri Comanche terbaik, menurut saya ada di seri pertamanya saja, Comanche Moon. Cuman biasanya kalau udah baca yang ceritanya agak beda dan berkesan, mau gak mau, saya jadi naikin standar untuk sekuel-sekuelnya dan sayangnya untuk buku-buku selanjutnya suka gagal memenuhi standar yang saya mau, termasuk Comanche series ini.

    Sejak Gramedia mempopulerkannya, hisrom ini termasuk jenis romens yang cukup sukses di Indonesia. Karena selanjutnya tiap bulan, pasti ada beberapa buku hisrom yang terbit. Bahkan beberapa penerbit lain juga turut menerbitkan hisrom macam Gagas Media dan Dastan. Walau sekarang ini hanya GPU, Elex dan Dastan saja yang masih rutin menerbitkan hisrom.

    Oh ya, selain hisrom ada pula paranormal romance, biasanya ini untuk yang demen sama fantasi dan romance, seperti saya, walau setelah saya baca beberapa pararom, tampaknya saya belum ketemu yang ‘ngeklik’ sama cerita dari genre ini, yah mungkin saya masih kurang beruntung karena belum menemukan paranormal romance yang pas dan saya malah kepincut sama genre lain macam historical fiction (cenderung serius dan non romens) dan tentu saja buku anak-anak.

    Lalu sekarang ada lagi trends romens yang bener-bener ditujukan untuk mereka yang 21+. Bermula dari Fifty Shades of Grey (yang entah mengapa hingga sekarang masih belum terbit di Indonesia), dikenal isitilah erotica romens yang adegan seksnya lebih eksplisit dan kinky.

    Dan tak jarang pula melibatkan borgol dan cambuk. Tapi saya nggak mau bahas banyak soal erotica romens, bukan karena saya orang yang tabu akan adegan-adegan panas, tapi saya belum sempat mencicipi satu pun genre erotis ini jadi saya belum tahu seperti apa rasanya. Tapi kalau kalian penasaran sama genre kipas-kipas ini silakan berkunjung ke blog Cakrawala Gelinjang (seru lho blognya, tapi khusus yang udah merasa dewasa aja yah).

    Waduh, sepertinya saya mulai ngalor ngidul gak jelas. Niat awal mau bahas mengapa saya suka on – off kalau baca buku romens, kok malah bahas trend pada genre romens ya. Oke, back to topic, jawabannya mungkin bisa bermacam-macam seperti:

    1. Tergantung bukunya sendiri.  Yang berarti cakupannya bisa luas meliputi, gaya bahasa, plot, karakter, dll.  Yang pasti saya kurang cocok sama yang gaya bahasanya terlalu hiperbola a.k.a lebay, berbunga-bunga, galau, super melankolis. Saya lebih suka romens yang ditunjukkan lewat tindakan bukan rayuan pulau kelapa #eh
    2. Big no with “I can’t live without you-romance”. Twilight everyone? Twilight sukses bikin saya skeptis sama genre romens. Jangan salah, saya masih menganut paham romens monogami kok. tapi cinta sehidup semati itu terasa egois untuk saya, karena kesannya tidak memikirkan orang lain. 
    3. Triangle love. Yah sebenarnya sih saya nggak masalah sama cinta segitiga kalau pengemasan dan hasil akhirnya bisa oke seperti yang biasa ada di drama Korea, eh tunggu K-drama itu biasa jadinya cinta segi empat #abaikan. Alasan saya ngga suka cinta segitiga karena pasti ada ketidakadilan untuk pihak yang lain. Tapi balik lagi ke ceritanya sendiri, kalau penulis bisa membuat cerita yang oke dengan hasil akhir yang baik, tak mengapa. 
    4. I don’t like the characters. Saya termasuk tipe pembaca yang harus suka karakternya dulu untuk bisa menikmati kisah percintaannya. Yang pasti saya tidak suka dengan tipe Mary Sue dan Gary Stu dan karakter yang egois (hero maupun heroine-nya). Sudah cukup ketemu sama banyak orang egois di kehidupan nyata, masa nambah lagi di novel, eh kok jadinya curhat lagi. #maafkan
    5. Love is blind, stupid and selfish. Ini agak mirip ke nomor 2, yang pasti saya tidak suka kisah percintaan yang destruktif dan merugikan orang lain. 
    6. Instant love. Saya memang bukan tipe orang yang percaya “cinta pada pandangan pertama”. Bagi saya kisah cinta itu butuh proses. Walau semua bermula dari ketertarikan fisik, tapi yang menjadikan suatu cerita menarik bagi saya adalah prosesnya. Karena itu romens yang percintaannya cenderung mulus-mulus saja, terasa membosankan untuk saya. 

    Segini dulu pembahasan saya, karena ini saja sudah panjang. Kalau soal masalah suatu romance keju atau tidak sih, mungkin sesuai selera masing-masing. Sekian untuk Speak Up Your Mind kali ini, untuk berikutnya saya mau bahas fantasy 😀

    MALAIKAT JATUH DAN CERITA-CERITA LAINNYA: KISAH PEREMPUAN DALAM BERBAGAI ABSURDISME HIDUP

    Judul: Malaikat Jatuh
    Pengarang: Clara Ng
    Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
    Editor: Hetih Rusli
    Jumlah halaman: 176 halaman
    Cetakan kedua, Februari 2009
    Segmen: Dewasa
    Genre: Fantasi, kumpulan cerpen
    Note: Thanks untuk Dewi atas pinjaman bukunya 🙂
    Rate: ★★★★

    Malaikat jatuh adalah sebuah buku yang berisi 10 cerpen di mana dalam setiap ceritanya ada satu sosok sosok ibu dan perempuan dalam beragam profesi pekerjaan. Entah pekerjaan tersebut hanyalah ibu rumah tangga biasa, pemilik bengkel, pelacur hingga siluman. Awal saya tahu buku Malaikat Jatuh ini dari review-review para peserta Short Stories Reading Challenge, entah mengapa saat tahu kalau ini tipikal cerita dark fantasy saya malah makin penasaran untuk membacanya. 
    Bila ada 1 hal yang saya sukai sekaligus tidak saya sukai secara bersamaan dari genre fantasi, hal tersebut adalah keabsurdan dalam ceritanya, terlepas keabsurdan itu hanya sekedar metafora ataupun tidak. Karena itulah tidak semua orang bisa menyukai genre fantasi, karena tidak semua orang dapat memahami keabsurdan cerita dalam genre fantasi. Mereka yang tidak menerima akan menganggapnya aneh dan sering DNF (did not finish), sedangkan mereka yang menerima keabsurdannya mungkin akan mendapat kesan setelah menyelesaikan cerpennya.


    Beberapa hal yang saya tangkap dari Malaikat Jatuh adalah:

    1. Diksi yang indah. Penulis sangat pintar dalam merangkai dan memainkan kata-kata, bahkan kata-kata yang seharusnya sederhana pun bisa diurai untuk menjadi sebuah rangkaian kalimat yang terdengar merdu bila diucapkan. 
    2. Masih terkait dengan permainan diksi penulis, terkadang saya suka merasakan cerita sengaja dipanjang-panjangin untuk menambah kuota halaman. Misal makna sederhana seperti sendirian dan kesepian pun bisa dirangkai oleh beberapa kalimat yang akhirnya menjadi 1 paragraf, yang sebenarnya bisa saja menjadi lebih baik kalau diringkas karena akan mengurangi kesan ‘terlalu didramatisir’ atau penuturan yang terlalu muter-muter. 
    3. Plot yang sederhana tapi menjadi istimewa berkat diksi. 
    Langsung saja saya bahas cerpen-cerpennya:
    1. Malaikat Jatuh
    Cerpen pembuka yang juga merupakan judul utama dari kumcer ini. Tentang seorang ibu yang akan melakukan apa saja asal anak satu-satunya bisa selamat dari kematian, meski harus ‘mengubah’ sang anak.

    Kalau ditilik dari logika ceritanya, cuma satu yang mau saya pertanyakan, kalau memang masalahnya takut kesepian dan sendirian, kenapa tidak dari awal saja mencari pasangan hidup yang sama-sama immortal daripada akhirnya malah jadi bikin orang lain menderita dan susah. Saya paham kalau cinta itu egois dan tak terkecuali cinta seorang ibu, mungkin karena itulah saya tidak bisa bersimpati sama tokoh Manna di sini.

    Cerpen ini juga yang paling panjang dibanding cerpen lainnya (60 hal), mungkin lebih cocok disebut novella. Sayangnya untuk cerpen utama, saya kurang merasa berkesan dengan ceritanya dibanding beberapa cerpen lain dalam buku ini.

    2. Negeri Debu
    Salah satu cerita yang paling kelam dan getir dari kumcer ini. Narasi di awal agak membingungkan, karena langsung masuk ke ‘negeri debu’ yang membuat saya mengira-ngira apa sebenarnya ‘negeri debu’ ini.  Tapi perlahan namun pasti cerita berhasil membawa saya mengikuti alam pikiran Lucinda, sang bocah perempuan yang mendambakan belaian ibu. Ending cerita yang begitu yang kelabu berhasil meninggalkan bekas dalam ingatan saya.

    3.  Makam
    Cerita gelap kali ini bertema kematian. Saya suka setting serba suram yang dibangun Clara. Makam, kematian, malam, kegelapan, kesendirian, aroma melati. Namun meski suram, tidak seperti 2 cerita sebelumnya yang memiliki unsur ketegangan, cerita Makam terasa sangat tenang.

    4. Di Uluwatu
    Cerpen yang ini sejujurnya agak mebingungkan saya, masih berkisah seputar ‘ibu’. Tapi ini adalah salah satu cerpen dengan plot sederhana tapi kuat di diksi. Contoh: Dunia bayangan sesekali hadir di dunia matahari, dalam bentuk samar-samar seperti saat petang nyaris larut dalam mangkuk malam.  Atau saat cahaya teramat lembut menyelinap di kisi-kisi jendela, menimbulkan pergerakan sinar yang aneh. 

    Sejujurnya saya agak bingung apa maksud kalimat-kalimat di atas selain daripada hanya menambah kuota kata-kata.

    5. Lelaba
    Inti cerpen ini tentang adolescence yang tampaknya mengambil inspirasi dari legenda Jepang, Jorogumo (IMO). Bagi perempuan salah satu tahap menjadi dewasa adalah mengalami datang bulan atau menstruasi, dan inilah inti cerita cerpen ini. Sekali lagi termasuk cerpen yang banyak bermain di diksi. Misal: Beginilah cerita menstruasi pertamaku. Semilir angin bertiup di sela perdu, bagai hantu putih yang bergentayangan di taman rumah. Gorden kain terayun-ayun malas, menyibak jendela yang membingkai malam kelabu. Hujan telah berhenti menjelang tengah malam. Suara jangkrik memenuhi sela-sela rumput, dibawa oleh angin celaka. 

    Phew, saya paham sih maksudnya supaya membangun suasana, tapi kesannya jadi dramatis banget, pake melibatkan gorden kain, hujan, suara jangkrik. Dan itu saja baru menstruasi pertama, bagaimana kalau malam pertama. Hehehe

    6. Hutan Sehabis Hujan
    Bila 5 cerpen sebelumnya menggunakan sudut pandang orang ketiga, maka Hutan Sehabis Hujan menggunakan sudut pandang orang pertama. Hutan Sehabis Hujan mengambil isu sosial yang sedang ngetrend akhir-akhir ini yaitu ‘cinta tidak mengenal batas ras dan gender‘.

    7. Akhir
    Sebenarnya saya sudah bisa menduga ceritanya sih. Penulis sudah memberi tanda-tanda melalui penggambaran settingnya. Ceritanya mirip The Sixth Sense atau The Others. 

    8. Barbie
    Ceritanya sedikit mirip dengan Toy Story. Itu lho, film animasi populer karya Disney-Pixar tentang mainan-mainan yang menjadi hidup saat tak ada manusia yang melihat. Tapi hanya sampai situ saja kemiripannya, karena apabila cerita dalam Toy Story menghibur dan menghangatkan hati. Sebaliknya dengan cerpen Barbie, yang menurut saya salah satu cerita paling disturbing dan sadis dari seluruh cerpen kelam di kumcer ini. Yang saya suka dari cerpen ini adalah plotnya yang cepat dan tidak terlalu banyak permainan diksi untuk menambah kesan drama.

    9. Bengkel Las Bu Ijah
    Sepertinya semua metafora digunakan dalam cerpen ini. Penuturannya sendiri mengalir dan enak dibaca. Ceritanya lebih terasa melankolis dan sedih daripada gelap. Walau tentu saja kesan absurd dan aneh tetap terasa karena ‘servis bengkel’ yang tidak biasa. Selain itu permainan diksi lagi-lagi sangat terasa dalam cerpen ini, misal: Tahu-tahu telah belasan kali matahari urung bersenggama dengan bulan serta puluhan kali angin timur bertabrakan dengan angin barat. 

    10. Istri Paling Sempurna
    Berbeda dengan 9 cerpen lainnya. Istri paling Sempurna tidak melibatkan mahluk-mahluk supranatural ataupun unsur-unsur fantasi absurd. Malah ceritanya sangat realistis, mungkin sedikit unsur psikologis. Sewaktu membacanya saya hanya merasa biasa saja, namun setelah menyelesaikannya dan makin memikirkannya, tiba-tiba saya menyadari betapa indah ceritanya. Lebih tepatnya indah, romantis dan juga sedih. Seperti sebuah janji pernikahan, di mana aku dan kamu akan selalu bersama mengarungi bahtera rumah tangga baik dalam senang maupun duka atau dalam sehat maupun sakit.

    Sebuah cerpen bitter-sweet adalah penutup akhir yang sempurna. 

    Di sini, di mana “aku” dan “kau” tiada, begitu erat, hingga tanganmu di atas dadaku adalah tanganku. Begitu erat, hingga ketika kau tertidur, kelopak matakulah yang tertutup. ~Pablo Neruda, Soneta XVII. 

    Clara Ng sukses menerjemahkan suatu rasa kesedihan, kerinduan, dan kekelaman dari perasaan seorang ibu yang selalu memikirkan anaknya yang telah tiada, seperti yang ditulis oleh sang penulis di kata pengantarnya.

    Review ini juga untuk RC:


    THE CANDY MAKERS: IT STARTED SLOWLY BUT SURPRISINGLY GOOD

    Judul: The Candy Makers
    Pengarang: Wendy Mass
    Penerbit: Atria
    Penerjemah: Maria Lubis
    Editor: Jia Effendie
    Proofreader: Fenty Nadia
    Jumlah Halaman: 556 Halaman
    Cetakan I: Juli, 2011
    Segmen: Anak-anak, semua umur
    Genre: Realistic fiction,  drama, kuliner
    Harga: Rp 30.000 (obralan Gramedia Golden Truly)
    Rate: ★★★★

    Bagaimana bila kau diberi kesempatan untuk bisa menciptakan permenmu sendiri? Dan bukan hanya menciptakan permen saja, tapi permen itu juga akan diproduksi secara masal oleh pabrik permen. Selain itu kau juga mendapat bonus berupa uang tabungan senilai 1000 dollar. 

    Empat orang anak, yaitu Logan, Miles, Daisy dan Philip yang masing-masing berusia 12 tahun berhasil terpilih sebagai peserta yang akan mewakili Region 3 dalam kontes permen tahunan yang diadakan oleh asosiasi pengusaha gula-gula. Pabrik yang terpilih untuk mengajari sekaligus menjadi tempat anak-anak ini belajar cara membuat permen adalah Life Is Sweet. Selama 2 hari, keempat anak ini akan diajari seluk beluk cara membuat permen dan juga bahan-bahan apa saja yang harus digunakan. 

    Selama 2 hari itu, anak-anak tersebut menyadari bahwa proses membuat permen tidaklah semudah yang mereka bayangkan, belum lagi ada kemungkinan timbulnya kecurangan dari salah seorang peserta. Banyak hal-hal tak terduga yang mereka temui selama 2 hari berada di pabrik permen Life is Sweet. Namun suatu hal yang tidak disangka-sangka berhasil mengubah persaingan individu tersebut menjadi sebuah persahabatan yang saling melengkapi. Apakah itu?
    What I thought


    Menyenangkan dan hangat. Itulah kesan yang timbul selesai saya membaca buku ini. Buku ini terbagi atas 4 sudut pandang dari 4 anak peserta lomba.

    Logan, protagonis utama dari buku ini. Logan adalah putra pemilik pabrik Life is Sweet, namun ia tetap sama dengan para peserta lain, tidak ada perlakuan istimewa. POV Logan mengawali bagaimana cerita dimulai. Karena diletakkan pertama dan juga sebagai putra pemilik pabrik, POV Logan banyak menceritakan mengenai kegiatan-kegiatan di pabrik permen. Deskripsi mengenai pabrik permen cukup detil, sehingga pembaca seolah ikut merasakan berada di pabrik permen.

    Saya jadi membayangkan Ruang Onggokan Mint Dingin, Ruang Lelehan Cokelat renyah, Ruang Loli-Loli Melompat dan Ruang Jellybean Lompat Tinggi. 

    Namun masalah yang sering muncul dalam plot yang banyak menceritakan deskripsi adalah cerita jadi terasa lamban dan membosankan. Ini sempat saya alami dan membuat saya agak malas tiap kali mau melanjutkan bukunya. Hal lain yang membuat bosan adalah plot yang cenderung lurus-lurus saja dan juga konflik yang belum ada tanda-tanda penampakkan diri. Begitu pula dengan karakter Logan yang juga masih kalem-kalem saja.

    Cerita berlanjut ke POV Miles. Saya jelas mulai terbangun saat masuk POV Miles. Cerita pun mulai masuk ke misteri. Rasanya menarik melihat bagaimana Miles berpikir tentang Logan dan mengapa Miles selalu membawa tas besar kemana pun dia pergi dan apa isi tas besar itu? Dari sini saya semakin penasaran untuk mencari tahu kisah Miles yang membuat saya terus membalik halaman buku.

    Dan saat pembaca lagi menikmati suasana tegang di pabrik permen, tiba-tiba cerita beralih ke POV Daisy, yang juga merupakan satu-satunya anak perempuan dalam kelompok peserta tersebut. Cerita Daisy menarik walau menurut saya juga yang paling aneh (in a good way) dan terkadang terasa seperti fantasi. Tapi bukankah setiap anak mempunyai imajinasinya sendiri mengenai apa yang mereka inginkan saat sudah besar nanti.

    Dan tibalah pada POV terakhir, yaitu Philip. Berbeda dengan 3 anak lainnya yang bersifat manis dan menyenangkan, sejak kemunculannya, Philip sudah membuat saya penasaran karena sifatnya yang sangat menyebalkan, arogan, cenderung meremehkan peserta lain dan sok pintar. Namun meskipun menyebalkan, POV Philip justru yang paling saya tunggu. Dan penulis di sini seolah menegaskan bahwa, setiap sebab ada akibat. Anak-anak yang bersifat menyebalkan pasti ada penyebabnya. Nah apa penyebabnya, silakan baca sendiri.

    Saya agak menyesal tidak memilih buku ini saat tema kuliner, bulan Februari lalu. Buku ini sebagaimana yang selalu saya harapkan dari buku anak-anak, yaitu cerita yang bisa memberikan rasa hangat, seru dan menyenangkan saat membacanya. Dan penuturan mengenai permen dalam cerita ini, sukses membuat saya pengen mengunyah permen saat membacanya (dan serius, saya sampai membeli 2 bungkus kecil permen kenyal Yupi).

    POV yang berbeda-beda, mungkin bagi sebagian pembaca akan membuat cerita terasa berputar-putar, namun di sinilah penulis bermaksud agar pembaca bisa memahami karakter dari setiap anak. Seperti Logan yang baik hati dan tak pernah marah-marah, Miles yang sensitif dan mempunyai empati yang begitu besar akan orang-orang disekitarnya, lalu Daisy yang ceria dan penuh semangat serta Philip yang ambisius dan berusaha tampil sempurna.

    Ada beberapa scene dan kutipan bagus dari buku ini, salah satu yang saya suka adalah:

    “Kau tidak pernah tahu apa yang akan kau ketahui saat membuka sebuah buku. Dan jika isinya adalah suatu cerita, kau akan tenggelam di dalamnya. Kemudian, kau akan tinggal di sana beberapa saat, bukannya-kau tahu-tinggal di sini.”

    Jangan lupa, baca juga review Indah, karena seharusnya saya baca buku ini pada bulan April bareng Indah, namun ternyata saya gagal karena masih stuck di beberapa buku timbunan.

    Buku ini, saya ikut sertakan juga untuk:
    – Lucky No.14 Reading Challenge: Chunky Bricks
    – 2014 TBRR Pile RC
    – New Authors Reading Challenge 2014
    – Children’s Literature Reading Project

    WISHFUL WEDNESDAY #32: BOOKS OF PRESENT PAST

    Awal bulan, saatnya membuat daftar keinginan buku-buku yang berharap dapat dimiliki. Judul WW kali ini memang saya ambil dari film terbaru X-Men: Days of Future Past. Tapi berhubung saya bukan mutant dan juga tidak memiliki kemampuan untuk time travel baik ke masa lalu maupun ke masa depan, maka sebagai gantinya, saya bermimpi untuk dapat memiliki buku-buku dari masa lalu maupun masa kini, sedangkan untuk masa depan, berhubung saya tidak tahu buku-buku apa saja yang akan rilis selanjutnya, maka cukup. sampai present

    Books of the past:

    Banyak karya Enid Blyton yang belum pernah saya baca sewaktu kecil, karena memang saya tidak tumbuh dari lingkungan pecinta buku dan beberapa bahkan baru saya ketahui sekarang ini berkat teman-teman BBI. Dan sewaktu melihat sampul bukunya, hanya 1 kata classy. Saya kangen akan sampul buku dengan model-model klasik, walau seandainya cetul pasti sampulnya akan dimoderenisasi. 
    Saya suka banget sama cover-cover di atas. Saya tetap beranggapan cover klasik selalu ada rasa artistiknya. Pertama gambarnya seperti sebuah lukisan tangan alih-alih photoshop. Kedua semua desain cover tersebut tampak mempunyai cerita. 
    Sepertinya saya pernah membaca seri ini waktu kecil  barengan sama seri Kumbangnya Blyton, pinjam sama sepupu saya, tapi hanya seri Kumbang saja yang akhirnya bisa saya miliki, karena sempat cetak ulang. 
    BTW, semua gambar saya ambil dari amartapura.com. Pernahkah ada yang mencoba belanja di sana?
    Nah, masa lalu sudah, sekarang ke masa kini. 
    Books of the present:


    Saya selalu menyukai buku perjalanan yang dikemas dengan gaya personal literature

    Untuk buku berlatar hijau di atas, saya jujur tertarik karena covernya.

    Gambarnya lucu dan judulnya walau janggal tapi terdengar romantis. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Tapi ternyata ini bukan novel romens. Yang buat saya penasaran dengan buku ini adalah label belakangnya yang mencantumkan ‘sastra dewasa’ dan 21+.

    Sekian dulu keinginan Rabu untuk hari ini. Bagaimana dengan keinginan Rabu kalian?

    1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
    2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) atau segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan bookish kalian, yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku/benda itu masuk dalam wishlist kalian ya!
    3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
    4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

    JUNE N JULY N AUGUST SUMMER’S READING.

    Selamat datang musim panas. Lihatlah bioskop yang sejak akhir April sudah menjebol dompet para movie goers dengan serangkaian film-film blockbuster khas musim panas. Walau kalau menurut zodiac, resminya musim panas dimulai saat zodiac Cancer tiba yang berarti akhir Juni. Eh, ini saya mau ngomongin apa sih, kok dari tadi musim panas melulu, negara Indonesia mah tidak butuh bulan-bulan tertentu untuk musim panas, kecuali Desember-Januari-Februari, nyaris sepanjang tahun, negeri kita selalu panas kok. 
    Yang saya mau bicarakan memang bukan musim panas, tapi karena bacaan 3 bulan saya ini kalau diibaratkan musim itu seperti bacaan musim panas, karena bulan Juni – Agustus itu adalah bulan di mana musim panas berlangsung di negara 4 musim. Karena itu saya mau pilih bacaan yang menyenangkan 😀

    Gambar di atas tidak menentukan urutan baca dan buku bacaan bisa berubah sesuai situasi dan kondisi, mengingat untuk Agustus tema posbar BBI adalah buku dengan tema nusantara atau buku terbitan penulis lokal terbaru. Semoga saja semua buku ini bisa saya baca dalam waktu 3 bulan.
    Berikut adalah list dan alasan mengapa saya memilihnya:
    1. His Majesty Dragon (banyak review bagus soal buku ini dan saya juga penggemar naga). 
    2. How To Train Your Dragon (sebelum nonton filmnya, saya mau baca bukunya dulu).
    3. Insurgent (untuk YA RC dan saya juga penasaran sama nasib Tris)
    4. Ruby Red (udah lama nggak baca novel tentang time travel)
    5. Wonders (kalau diijinkan, saya ingin baca ini untuk tema sick-lit, walau Wonder bukan sick-lit beneran. Sejujurnya saya agak malas baca sick-lit karena cenderung menguras energi saat membacanya, padahal saya termasuk yang mengusulkan sick lit kepada divisi event BBI waktu Desember tahun lalu (_ _”) karena pengen temen bareng baca TFIOS dan Me Before You waktu itu, tapi sepertinya saya kurang cocok sama sick lit
    6. Khokkiri, pinjeman makanya mau cepet dibaca 😀
    7. Hansel and Gretel, salah satu buku yang saya maksudkan untuk posbar Fairy Tales.
    8. Malaikat Jatuh, alasannya sama dengan nomor 6 (buku pinjaman). 
    9. Orang-Orang Tanah, saya berusaha agar tiap bulan minimal ada 1 buku penulis lokal yang saya baca.
    10. Liesl & Po, terkait salah satu RC yang kategorinya judul buku yang huruf depannya sama dengan nama kita. 
    11. Ther Melian Re – Collection, selain alasan yang sama seperti nomor 9, saya memang kangen sama dunia Ther Melian.
    12. Tiga Bianglala, sama dengan alasan nomor 9, walau bisa saja saya mundurkan untuk posbar BBI bulan November (buku dengan judul yang mengandung unsur angka). 
    13. The Yearling, rencana untuk baca bareng dengan Indah dan Riri Hanafi di bulan Juni.
    14. The After Dinner Mysteries, selain terkait salah satu RC yang kategorinya freebies, posbar BBI juga tentang Asian-lit
    15. After D-100, alasannya sama seperti nomor 14.
    16. Miraculous Journey of Edward Tulane, alasannya sama dengan nomor 7. 
    17. The Count of Monte Cristo, alasan sederhana karena mau mengurangi timbunan klasik. 
    18. Casual Vacancy, selain untuk posbar BBI yang bertema masalah keluarga untuk bulan Juli juga terkait kategori salah satu RC, yaitu penulis favorit.
    Yang bikin lega, beberapa bukunya tipis, jadi semoga saya bisa cepat membacanya.