DELIRIUM (DELIRIUM #1)

✮✮✮✮

Judul Buku : Delirium
Pengarang  : Lauren Oliver
Penerbit     : Mizan
Jumlah Halaman : 518 Halaman
Penerjemah : Vici Alfanani Purnomo
Segmen : Remaja, Dewasa Muda
Genre : Dystopia
“Aku mencintaimu. Ingat. Mereka takkan bisa mengambilnya. ” ~hal 515

“Kau takkan bahagia kecuali kau pernah merasa tak bahagia, kau tahu?” ~hal 34
Jadi kuberitahukan kau suatu cerita :
Pernahkan kau membayangkan kalau cinta itu adalah sebuah penyakit berbahaya? Dimana gejala-gejalanya adalah :

STADIUM SATU :
kegirangan; sulit berkonsentrasi
mulut kering
banyak berkeringat, telapak tangan berkeringat
pusing dan bingung
berkurangnya kesadaran mental; pikiran yang berpacu; hilangnya kemampuan menalar

STADIUM DUA :
periode euforia; tertawa histeris dan energi yang meluap-luap
periode putus asa; lesu
perubahan nafsu makan; penurunan atau penambahan berat badan yang cepat
keterpakuan terhadap satu hal; kehilangan minat terhadap hal-hal lain
kerusakan kemampuan logika; penolakan realitas
kacaunya pola tidur; insomnia atau kelelahan terus-menerus
pikiran dan tindakan yang obsesif
ketakutan berlebihan, cemas
STADIUM TIGA (KRITIS) :
sulit bernapas
nyeri di dada, tenggorokan, atau perut
sulit menelan; tidak mau makan
kehilangan akal sehat; tingkah laku yang tidak konsisten; pikiran dan fantasi yang bengis; halusinasi dan delusi
STADIUM EMAPT (FATAL) :
kelumpuhan emosi atau fisik (sebagian atau total)
kematian
Lena hidup dalam dunia yang dihantui oleh suatu penyakit yang bernama Amor Deliria Nervosa namun Lena tidak perlu khawatir lagi, sebab pada saat itu penawarnya sudah ditemukan dan setiap orang yang berusia 18 tahun akan menjalani prosedur berupa operasi agar mereka dapat disembuhkan dari penyakit cinta dan setelah disembuhkan mereka akan selalu merasa damai dan bahagia. 

Lena hidup dengan mempercayai CINTA adalah sebuah penyakit, namun beberapa minggu sebelum dia menjalani prosedur penyembuhan, hal yang tidak pernah diduga Lena terjadi padanya, hal yang tidak pernah diinginkannya, yaitu Lena mengalami jatuh cinta. 

Deliria menguasai Lena begitu hebat, membuat semua yang selama ini dipercayai dan menjadi pedoman hidupnya seolah runtuh dan terbalik, dan satu hal pasti Lena justru mengalami kebahagiaan yang sesungguhnya saat dia jatuh cinta atau terinfeksi dengan Deliria bersama…. Alex. 

Kesan Saya :
Saya baca versi lokal dan dalam versi lokal, ada beberapa premis di cover seperti ini :

“Versi distopia Romeo and Juliet yang layak menjadi sebesar Twilight.”
“Kombinasi antara The Handmaid’s Tale dan Twilight….”
Jujur yah baca premisnya, reaksi saya seperti ini  :



Oke, saya paham, lagi-lagi strategi marketing untuk menarik para Twihard, tapi sejujurnya, saya harap untuk berikutnya setiap novel YA dengan genre romance cukup pede untuk tidak menambahkan embel-embel Twilight version of bla-bla. Karena menurut saya pribadi, Twilight bahkan tidak cukup bagus untuk sebuah novel romance (sorry, just my humble opinion) dan tidak semua pembaca YA menyukai romance menye-menye dan dangkal ala Twilight. 

Ok, back with review :

Sejujurnya karena premis Twilight ala distopia, saya tidak memiliki ekspektasi apa-apa waktu awal membaca novel ini. Selain itu yang membuat saya merasa bosan adalah deskripsi   yang terlalu detil dan panjang, dengan kata lain terlalu banyak penjelasan yang tidak perlu, macam saat suasana hati Lena sedang gelisah atau marah, pengarang juga menambahkan penggambarannya melalui perumpamaan cuaca, pemandangan, alam, dll. Oke, maksudnya mungkin agar terkesan puitis karena ini novel romantis, tapi bagi saya yang gemar berimajinasi, yang ada malah merasa terganggu, tidak fokus dan teralihkan. 

Untuk setengah bagian pertama buku, cerita cenderung lambat dan tampak normal (tidak ada sesuatu yang benar-benar “intense”), persahabatan Lena dan Hana, hari kelulusan, rutinitas Lena sehari-hari sebelum prosedur dan ditambah lagi gaya penulis dalam mendeskripsikan segala sesuatunya yang kadang terlalu panjang dan bertele-tele, membuat saya merasa bosan membacanya. Jadi saya awalnya berpikir, “The story is okay, I will rate this book 3 stars.”



too much unnecessary description, maybe I will give 3 stars.

Lalu memasuki pertengahan cerita saat Lena dan Alex mulai saling pacaran diam-diam. Cerita lebih menarik, seperti informasi mengenai alam liar dengan gaya hidup ala hippie  atau seniman bohemian. Juga yang menarik adalah pengembangan karakter Lena, dari yang tadinya gadis biasa-biasa dengan low self esteem, menjadi rebel dan yang saya suka disini adalah meskipun jatuh cinta, Lena tidak melupakan BFF-nya Hana. Selain itu, saya suka bagaimana pengarang membuat kita menyukai karakter Alex melalui interaksi Alex dan Lena. Jadi pengarang tidak memberitahukan bahwa betapa perhatian, baik dan tidak sombongnya Alex untuk membuat pembaca menyukainya. Ini adalah salah satu contoh dari istilah “show it and don’t tell” dan yang terpenting, Alex tidaklah digambarkan sebagai karakter yang sempurna ala Gary Stu. Flawless character is boring, isn’t it?



I’m enjoying the story so far, I will rate 3 stars and half. 

Tapi menjelang ending, inilah reaksi saya :



this is so intense, I’m sleepy but I cannot put the book because I’m too curious to find out what will happen next. 

Dan hanya ada SATU KATA untuk endingnya : KLIMAX


why the book ending is like that? but that’s way I LIKE IT, cannot wait for the sequel. 

Sekiranya saya tuntas dalam melaksanakan target saya untuk membaca 2 genre distopia sebagai tema reading challenge bulan Maret. Saya baca Divergent dan Delirium, dan tidak pernah saya terpikir untuk mengatakan ini, mengingat awal-awal Divergent adalah my kind of genre (action and fantasy) sedangkan Delirium adalah my second alternate genre because I only like romance as a spice. Namun setelah saya selesai membaca dua-duanya, saya rasa sebagai keseluruhan cerita, saya lebih menyukai Delirium, (I didn’t said it’s better but I prefer). Lauren Oliver membuat sebuah plot cerita yang baik : slow and detail at the beginning – interesting in the middle – intense near the end – climax ending. 

Review cover : Saya lebih suka yang aslinya, simpel dan tidak terlalu banyak main warna, yang versi Indonesia menurut saya agak norak dan seolah dibuat agar terkesan futuristik distopian, yang sebenarnya tidak perlu (IMO), I like simple and elegant, but it just my personal taste.

Terjemahan : bagus (luwes dan mengalir), saya tidak tau apakah ada typo, tapi kalau saya sampai tidak tau atau tidak merasakan ada typo, saya kira itu hal yang bagus 😀

Pertanyaan selanjutnya : Kapan sekuelnya mau diterbitkan?

Is the story better than Twilight ? Are you kidding me ?

This is really good story compared with a girl who fall in love with sparkling vampire. And  let’s stop said everything are better than Twilight. We make ourselves like a hater.  


Sumber gambar gif :

– monkey emoticon : www.laymarks.com
– gif lain adalah buatan saya dengan menggunakan gif generator, video diambil dari youtube (Vampire Sucks dan Hotel Transylvania) 😀

bye-bye

AFTER

✮✮✮
Judul Buku : After (Setelah malam itu)
Pengarang : Amy Efaw
Penerbit  : Gramedia Pustaka Utama


Jadi begini ceritanya :

Terjadi berita heboh akibat penemuan suatu bayi dalam tong sampah di suatu pagi yang  tenang. Serta merta polisi pun mengusut kasus tersebut dan mulai mencari petunjuk di sekitar lingkungan tetangga tempat bayi tersebut ditemukan. Setelah usut punya usut ternyata bayi tersebut milik seorang gadis remaja bernama Devon yang usianya bahkan belum genap 16 tahun. 

Semua bukti mengarah terhadap Devon dan Devon tidak punya pilihan selain menjalani hukumannya dan masuk ke penjara anak dan remaja. Tapi apa yang sampai membuat Devon tega untuk membuang bayi yang dilahirkannya sendiri?

Kesan saya :


Benernya real life drama bukan jenis buku favorit saya, mungkin karena dalam kehidupan sehari-hari, kita udah punya banyak “drama” dalam kehidupan kita dan kita lebih ingin buku yang “entertain”. Tapi sebenarnya buku real life drama lebih banyak mengajarkan arti kehidupan dibanding katakanlah genre fave saya, fantasy atau romance, heheheh

Oke, langsung aja review saya mengenai buku ini. 

Pertama dari sinopsis kita sudah tau buku ini mengangkat persoalan kehamilan remaja di luar nikah, atau lebih tepatnya akibat kehamilan remaja di lur nikah. Dan apa saja akibatnya? kalau dalam buku ini akibatnya adalah si remaja membuang bayi yang baru lahir di tong sampah, karena si remaja tidak menginginkan bayi tersebut. 

Sejak bab awal kita sudah melihat ada “sesuatu” yang tidak beres mengenai Devon. Misal ketika Devon diam saja saat ibunya berbicara dengannya dan juga bagaimana Devon yang tidak ada reaksi saat ada dua orang polisi masuk ke rumah dan bertanya padanya. Devon seperti hidup dalam pikirannya sendiri, dan dalam sekejap ketika ibunya mengangkat selimut yang menutupi tubuh Devon, maka kita pun tau kalau dia sedang terluka pasca melahirkan dengan banyaknya darah di celananya yang mungkin menyebabkan dia “stunned” (bengong).

Lalu cerita pun berlanjut seputar hari-hari Devon di penjara remaja, dan juga kilasan-kilasan kehidupan Devon sebelum “malam itu”. Saya tidak akan menceritakan mengenai cerita detilnya, tapi ada sesuatu yang menarik, seperti :

1. Devon seolah tidak pernah merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan, atau tidak mengeti mengapa dia bisa ada di penjara, adegannya dideskirpsikan dengan keheranannya saat berada di penjara bersama anak-anak bengal, mengingat dia termasuk murid teladan. 

2. Bagaimana dia pelit & sukar bekerja sama dengan pengacaranya untuk menceritakan mengenai dirinya dan “lupa” akan kejadian2 yang membuat dia masuk penjara.

3. Devon selalu menyebut bayinya dengan kata “itu”. Seolah bayi tersebut hanya benda tidak penting yang sangat mengganggu. 

Oke, pasti awal-awal hingga pertengahan baca buku ini, kita sebal setengah mati sama Devon. Terutama bagaimana Devon mengambarkan dirinya innocent setelah semua kejadian itu, lalu saya paham (pengaruh nonton NCIS, CSI, Criminal Minds) bahwa dia bukan menganggap dirinya innoncent, lebih tepatnya dia menyangkal akan semua yang pernah terjadi. Dia tidak pernah menganggap dirinya berhubungan sex, hamil dan melahirkan.  Dia tidak pernah “merasakan dan terhubung dengan semua kejadian tersebut” karena Devon lari dari realita dan kenyataan. 

Dan di akhir buku, psikolog di penjara remaja, Dr Bacon menjelaskan kalau Devon memang menyangkal semua yang pernah terjadi padanya (hubungan seks, kehamilan, melahirkan). Dan penyangkalan itu merupakan “mekanisme pertahanan diri” yang muncul akibat hal-hal yang tidak menyenangkan yang terjadi pada diri seseorang agar seseorang itu tidak stress, maka dia menganggap semua hal itu tidak ada atau tidak pernah terjadi. 

Jadi lumayan bisa belajar psikologi juga kan 😀

Anyway, inti buku ini emang sesuai dengan taglinenya “penyangkalan dan memaafkan diri sendiri” bukan tentang penghakiman atas perbuatan Devon  jadi jangan mengeluh kalau protagonis annoying, karena buku ini lebih bersifat psikologi dan kita seolah diajak menyelami keadaan psikologis Devon dan mengapa sampai Devon mengambil langkah “penyangkalan” alih-alih mencoba mencari solusi misal memberikan bayinya untuk diadopsi. Bagi saya pribadi buku ini juga cocok dibaca oleh para orang tua, karena dalam buku ini mengajarkan bahwa orang tua adalah role model atau patokan ingin menjadi seperti siapa saat anak dewasa nanti. Apalah mereka ingin menjadi seperti orang tua mereka atau justru sebaliknya, mereka justru menghindari agar jangan sampai jadi seperti orang tua mereka. 

SECOND GIVE AWAY

Seperti janji saya sebelumnya kalau giveaway pertama saya cukup sukses maka saya akan rutin mengadakan giveaway, dan sesuai hint sebelumnya kalau giveaway kedua saya kali ini adalah young adult dan fantasy. Kali ini saya akan memberikan 2 buah buku untuk giveaway yaitu :

1. Catching Fire (The Hunger Games #2) by Suzanne Collins

Sambil tunggu trailernya Catching Fire yang katanya bulan depan akan dirilis, bagi yang sudah baca buku pertamanya, mengapa ngga sekalian lanjut ke Catching Fire (BTW, saya punya 2 buku Catching Fire, karena itu salah satunya saya mau giveaway).

2. Nightshade (Nightshade #1) by Andrea Cremer


Bagi yang suka kisah ala Twilight dan manusia serigala, mungkin kalian akan tertarik dengan buku ini, yang penasaran dengan jalan ceritanya, boleh cek review saya disini. Sejujurnya cerita Nightshade bukan tipikal cerita favorit saya, karena itu saya putuskan untuk melepas buku ini.

Persyaratan mengenai giveaway ini :
1. Dua buku giveaway ini adalah untuk 2 orang pemenang, jadi masing-masing pemenang dapat 1 buku
2. Silakan isi form Rafflecopter dibawah dan tinggalkan comment untuk memilih hadiah yang kalian mau (pertanyaan jelasnya untuk jawaban comment bisa dilihat di form Rafflechopter).
3. Giveaway ini hanya khusus untuk yang berdomisili di wilayah Indonesia
4. Giveaway berlangsung mulai dari tanggal 17 Maret 2013 dan akan ditutup pada tanggal 5 April 2013
5. Pemenang akan diumumkan pada tanggal 10 April 2013
6. Keputusan pemenang tidak dapat diganggu gugat
7. Apabila dalam 2*24 jam tidak ada respon dari pemenang, maka dengan terpaksa akan dipilih pemenang lain.

Masih ada yang kurang jelas, silakan ditanyakan di kolom comment. ^^

Oke semuanya selamat mencoba, semoga sukses and may the odds be ever in your favor /bye

DIVERGENT (DIVERGENT #1)

✮✮✮½
Judul Buku : Divergent
Pengarang  : Veronica Roth
Penerbit     : Mizan Fantasy (Mizan Group)
Penerjemah: Anggun Prameswari
Jumlah Halaman: 543 Halaman
Segmen: Remaja, Dewasa Muda
Genre: Dystopia, Science Fiction
Harga: Rp 41.300 (beli di www.mizan.com, promo 30% off)

Kami yakin akan tindakan yang berani, dalam keberanian yang mendorong seseorang untuk membela yang lainnya. ~ Will, hal 235

Tapi, kita hanya perlu membiarkan rasa bersalah itu menjadi pengingat agar kita menjadi lebih baik. ~ Four, hal 354

Jadi ceritanya :

Dengan bersetting di Chicago era setelah kehancuran akibat perang nuklir, sistem pemerintahan dan politik terbagi atas lima faksi yang dibuat berdasarkan sifat-sifat terbaik manusia, lima faksi tersebut adalah :

Amity : Bagi mereka yang cinta damai
Erudite : Bagi mereka yang haus akan ilmu pengetahuan
Candor : Bagi mereka yang menghargai kejujuran dan tidak suka berbohong
Abnegation : Bagi mereka yang ingin membantu sesama dan tidak egois
Dauntless : Bagi mereka yang pemberani

Beatrice Prior berasal dari faksi Abnegation dan selama hidupnya dia diajarkan untuk selalu bertindak tanpa pamrih, tidak egois dan selalu mendahulukan kepentingan orang lain. Namun selama ini Beatrice selalu merasa tidak yakin bahwa dia adalah seorang Abnegation, karena dia merasa dalam dirinya ada sifat egois yang justru sangat bertentangan dengan prinsip Abnegation yang tanpa pamrih. 

Sebelum upacara pemilihan, Beatrice di test terlebih dahulu untuk melihat faksi mana dia cocok, namun hasilnya sangat mengejutkan, karena Beatrice mempunyai sifat 3 faksi yaitu Abnegation, Erudite dan Dauntless yang juga menunjukkan dia seorang Divergent, yang menurut pengawas testnya, hal itu sangat berbahaya apabila sampai diketahui oleh orang lain dan menasehati Tris untuk menyimpan rapat-rapat rahasianya. 

Saat upacara pemilihan, Beatrice pun memilih untuk meninggalkan Abnegation dan bergabung bersama Dauntless dan mengganti namanya menjadi Tris. Setiap anak yang telah memilih faksi akan menjalani suatu ujian inisiasi dan baru benar-benar diterima oleh faksi-faksi tersebut apabila telah lulus ujian inisiasinya. Tris tak pernah mengira kalau ujian inisiasi Dauntless ternyata sangat berat, keras dan brutal. Namun pilihan Tris hanya dua, apabila ia mundur dan menyerah, maka dia akan menjadi factionless dan pilihan lainnya tentu saja berusaha sekuat tenaga untuk meyelesaikan inisiasi Dauntless yang kadang kejam dan tak kenal ampun. 

Kesan saya :

Jadi ini toh novel distopia yang heboh itu dan katanya memiliki cita rasa The Hunger Games. Yang kalau menurut saya ngga sepenuhnya tepat. Kalau menurut saya Divergent ini 3/4 cita rasa Harry Potter dan 1/4 cita rasa The Hunger Games. Mengapa saya bilang cita rasa Harpot? karena mungkin faksi-faksi di Divergent ini mengingatkan saya akan asrama-asrama di Hogwarts. Dauntless, alih-alih mirip Griffyndor, lebih mirip seperti Slytherin, karena pakaian mereka yang hitam-hitam dan markas mereka yang remang-remang gelap. Bahkan sifat dingin para Dauntless juga mengingatkan saya akan Slytherin. 

Kalau secara selera pribadi, saya lebih berharap Tris memilih faksi lain macam Erudite secara saya mungkin bosan akan faksi yang sifat kekuatannya lebih ke fisik, karena sepertinya latihan dan kekuatan fisik sudah terlalu sering dipakai dalam genre YA, namun saya rasa pengarang sengaja memilihkan faksi Dauntless untuk Tris agar kita mendapatkan kick-ass heroine yang bisa berantem dan tidak sampai menjadi Damsel in Distress yang bergantung pada heronya. 

Awal-awal saya sempat bingung saat baca-baca review mengenai Divergent, karena rasanya aneh melihat pemerintahan yang dibentuk berdasarkan prinsip 5 sifat terbaik manusia, karena  sifat dan karakteristik manusia itu kan jauh lebih rumit dan kompleks daripada sekedar, cinta damai, cerdas, jujur, ngga egois dan pemberani. Namun anggap saja 5 sifat faksi tersebut mewakili garis besar dari sifat positif manusia dan juga nantinya berguna dalam mencari pekerjaan yang cocok berdasarkan sifat faksi.

Oke, balik ke Tris dan Dauntless. Ternyata sifat pemberani bagi Dauntless itu  berarti tindakan nekad, kekerasan, penampilan ala punk dengan banyak tato dan tindikan di badan plus baju hitam. Waktu baca mengenai inisiasi Dauntless, saya langsung tau kalau faksi Dauntless itu ngga beres.  Dan karena itulah novel ini disebut Distopia, ada sistem yang tidak beres dan sebagian orang-orang yang tidak puas dengan sistem dan keadaan tersebut. Bukan cuma Dauntless saja, bahkan faksi lain macam Abnegation, dalam beberapa hal saya rasa sangat berlebihan dalam menjalankan prinsipnya (macam dilarang melakukan sesuatu yang sifatnya menyenangkan diri sendiri seperti bercermin untuk melihat penampilan). Sedangkan Erudite, yah saya belum terlalu mendalami Erudite secara dibuku pembahasannya juga ngga banyak, selain daripada mereka berusaha membuat diri mereka terlihat pintar dengan memakai kacamata dan Tris menggambarkan mereka sombong dan serakah. Saya rasa negatifnya Erudite, mungkin karena mereka menganggap diri mereka sekumpulan orang cerdas, maka mereka berpikir bisa manipulatif terhadap faksi lain. Highlight to view spoiler jadi dari sini kita bisa mengambil kesimpulan kalau permasalahan faksi-faksi ini adalah pengertian Erudite, Abnegation, dan Dauntless yang dalam cerita ini diartikan secara dangkal dan lebih digambarkan sebagai tampilan luar.   Untuk Amity dan Candor, saya belum tau karena baru akan dibahas di buku berikutnya, Insurgent.

Secara karakter, Divergent, oke-oke saja menurut saya, saya tidak merasa suka atau benci tapi biasa saja (tidak merasa empati maupun simpati) dan tidak berkesan apa-apa, namun justru saya menangkap kesan tidak konsisten dari cara pengarang menggambarkan Tris dan Four. Terutama Tris yang penggambarannya tidak konsiten, sebentar rapuh, sebentar kuat, sebenar dendam, sebentar simpati. sebentar kangen keluarga, sebentar senang meninggalkan rumah, yah mungkin maksud pengarang Tris ini emosi dan pikirannya labil karena terlalu banyak mikir ini dan itu. Sedangkan Four ini sebentar hot dan sebentar cold, mungkin maksud pengarang karena Four ini harus memainkan kartunya dengan baik sebagai pacar Tris sekaligus instrukturnya. Four ini sedikit mengingatkan saya sama Dimitri dari Vampire Academy-nya Richelle Mead, mungkin karena sama-sama pengajar dan love interest dari heroine-nya. 

Untuk karakter lain highlight to view spoiler sebenarnya saya agak menyayangkan fungsi mereka yang hanya sebatas pengisi hari-hari Tris selama inisiasi Dauntless. Saya suka Albert yang rapuh dan saya sempat mengira kalau dia itu gentle giant tapi ternyata saya salah, karena pengarang membunuh karakternya dan agar pembaca tidak merasa simpati, pengarang membuatnya melakukan perbuatan tercela. Sedangkan dua teman Tris yang lain, Christina dan Will, tadinya saya berpikir, mereka ini akan menjadi Ron dan Hermione-nya Tris (Christina sebagai Ron dan Will sebagai Hermione) ternyata lagi-lagi pengarang tega membunuh salah satunya dan cara matinya pun begitu saja. Padahal akan seru kalau Tris, Christina dan Will tetap bersama secara mereka berasal dari latar belakang faksi yang berbeda-beda. 

Sekarang untuk cerita atau story arc buku pertamanya. Saya suka cara pengarang menuturkan ceritanya yang membuat saya selalu penasaran akan halaman berikutnya, hanya saja cara pengungkapan misteri atau story arc-nya menurut saya agak predictable. Yaitu mengenai 1. highlight to view spoiler Apa itu Divergent? yang bila pembaca cukup jeli maka akan menyadarinya saat ujian inisiasi Tris tahap 2. Karena disini dikatakan kalau Divergent itu bisa memanipulasi simulasi dan lebih diperjelas saat Tris tak sengaja mencuri dengar pembicaraan Eric dan Jeanine, yang menyebut Divergent sebagai pemberontak (hal 313). Dan simulasi ini diberikan lewat suntikan serum. Bagi mereka yang Divergent maka mereka tidak terpengaruh oleh simulasinya dengan kata lain para Divergent ini memiliki keistimewaan berupa immune atau kekebalan terhadap serum pengendali otak yang diciptakan oleh faksi Erudite. 

Yang ke-2. highlight to view spoiler perang antar faksi atau lebih tepatnya saat faksi yang satu tidak puas dengan faksi lain yang memimpin mereka. Awalnya saya kira Dauntless yang akan mengkudeta pemerintahan Abnegation secara Dauntless ini ibaratnya militer atau departemen pertahanan, jadi mereka yang paling punya modal(skill, fisik, senjata) buat memberontak, namun ternyata Dauntless di sini lebih cenderung fisik gede tapi otak gampang dimanipulatif. Jadi musuh atau faksi antagonis disini adalah Erudite alih-alih Dauntless. 

Overall, Divergent buku yang bagus, mungkin beberapa plot dalam buku memang masih perlu dipertanyakan tapi saya rasa tidak ada buku yang sempurna. Veronica Roth membangun ceritanya dengan baik dan bisa membuat pembacanya penasaran, sehingga saya tidak menemui kendala kebosanan yang bikin saya lambat baca atau menunda-nunda untuk melanjutkan, bagi saya itu saja sudah mendapat 3 bintang. Sedangkan 1/2 bintang lagi karena buku ini memiliki cukup banyak kutipan-kutipan menarik serta element ketegangan dan emosi yang tidak datar. 

Dan sudah pasti saya akan membaca sequel lanjutannya Insurgent. 

WARM BODIES (WARM BODIES #1)

✮✮✮½

Judul Buku : Warm Bodies

Pengarang  : Isaac Marion

Penerbit     : Ufuk Fiction

Penerjemah : Meda Satrio

Jumlah Halaman : 374 Halaman
Segmen : Remaja, Dewasa Muda


This is not a story about survive in the middle of zombie’s apocalypse, this about love story between 2 persons from different world. 

Jadi ceritanya :

Dunia masa depan berantakan dan diambang kehancuran (namanya juga Dystopia), dan ada 2 jenis kelompok manusia yang saling bertahan hidup. Kelompok pertama adalah manusia kaum hidup alias manusia biasa pada umumnya yang butuh makan, merasakan emosi, merasakan sakit, mempunyai kenangan, bertambah tua dan lain hal sebagainya. Lalu kelompok kedua adalah  para bekas manusia a.k.a. zombie a.k.a kaum mati (begitulah sebutan seringnya untuk zombie di cerita ini). Dan zombie-zombie ini eh kaum mati ini punya kebiasaan khas seperti zombie pada umumnya yaitu suka mengkomsumsi otak manusia/kaum hidup dan juga kelemahannya sama seperti zombie pada umumnya yaitu ada di kepala alias otak, karena itu kalau kamu ketemu zombie ingatlah untuk :


Meskipun secara garis besar para zombie alias kaum mati disini mirip dengan gambaran zombie pada umumnya seperti muka pucat, daging yang membusuk, pemakan manusia, termasuk cara jalan mereka yang sempoyongan, namun para zombie disini juga berbeda dari zombie-zombie pada umumnya, sebab mereka masih berbudaya, karena (1) mereka ada tempat ibadah/gereja sendiri (2) mereka bisa mengadakan upacara pernikahan (3) mereka masih ada keinginan untuk melakukan hubungan seks dan selingkuh (4)mereka membentuk suatu komunitas termasuk saat berburu (5)mereka juga ada sekolah untuk anak-anak zombie, jadi katakanlah zombie yang manusiwi. 

Oke, sekarang langsung ke tokoh utama dan ceritanya, jadi ada seorang zombie namanya Romeo R. Tapi R ini tidak seperti zombie-zombie lain (dia the special one karena dia tokoh utama) dia punya pemikiran sendiri dan lebih peka, meskipun dia tidak tau mengenai masa lalunya, oleh sebab itu dia (dan juga zombie-zombie lain) menobatkan makanan favorit mereka adalah otak manusia, sebab dengan memakan otak manusia mereka bisa merasakan sedikit kehidupan dari para korban mereka, sesuatu yang tidak mereka miliki sebagai zombie. 

Suatu  hari R dan teman-temannya melakukan perburuan dan di sini R memakan otak seorang pemuda bernama Perry Kelvin, dan R mendapat kenangan akan Perry termasuk kenangan akan pacarnya, yaitu seorang gadis bernama Juliet Julie dan Julie juga ada di lokasi perburuan. Dan seketika R jatuh cinta pada Julie dan berniat melindungi gadis itu dan menjaganya tetap aman. Jadi dimulailah hari-hari saat R perlahan tapi pasti berubah
dari mati menjadi hidup berkat cinta……

Kesan saya :

Sebelumnya saya ingin tekankan, bagi kalian yang menyukai fantasy dan terbiasa dijejali dengan cerita survivor in the middle of zombie apocalypse, jangan banyak berharap tentang hal tersebut akan ada dibuku ini. Seperti yang saya tulis di sinopsis, kalau zombie di Warm Bodies ini lebih beradab dan berbudaya dibanding zombie-zombie pada umumnya, karena itu jangan mengeluh bahwa cerita dan zombienya tidak masuk akal bila kalian bingung dengan zombie di Warm Bodies karena memang tidak dijelaskan apa yang membuat para manusia tersebut menjadi zombie dan saya lebih memilih kalau zombie-zombie di sini terjadi lebih dikarenakan hal gaib/supernatural/okultisme/kutukan bukan karena infeksi virus dan hal-hal yang bersikap sains. Sebab saat kita mengaitkan dengan sains meski fiktif sekalipun, maka kita akan meminta pertimbangaan logika. Lain hal nya dengan supranatural yang lebih diterima karena memang konsep gaib atau supranatural sendiri adalah di luar akal sehat. 

Terus bagi kalian yang Twilight haters atau ngga suka tipikal cerita yang menye-menye, dan khawatir kalau buku ini mirip Twilight (BTW, saya bukan haters tapi juga bukan fans Twilight saga) jangan cemas. Meskipun di depan ada premis dari Stephenie Meyer, sang penulis Twilight saga tapi buku ini tidak mirip dengan cerita Twilight. Buku ini lebih mirip cerita Romeo dan Juliet. Bahkan nama R dan Julie pun saya rasa terinspirasi dari Romeo dan Juliet. Keseluruhan Warm Bodies adalah kisah mengenai pemahaman akan umat manusia dan empati yang dibungkus dengan cerita cinta dan mahluk supranatural. 

Meskipun R menyukai Julie tapi yang membuat karakternya likeable (bagi saya), dia tidak memuja-muja Julie secara berlebihan sebagaimana orang lagi dimabuk cinta dan saya suka pengarang menunjukkan perasaan R pada Julie lewat interaksi dan tindakan serta pemikiran-pemikirannya terhadap manusia lain. Tapi sedikit pertanyaan untuk penulis, saya masih bingung apakah R suka terhadap Julie karena memakan otak Perry Kelvin(yang memang pacar Julie) atau R memang jatuh cinta pada pandangan pertama? Lalu berubahnya R menjadi lebih hidup dan makin manusiawi apakah karena sejak awal dia memang ditakdirkan special (faktor karakter utama dan fanboy penulis) atau emang otak Perry Kelvin yang dikonsumsi oleh R itu yang special?


Lalu bagaimana dengan karakter heroinenya sendiri? Julie cukup likeable, tipe gadis tetangga sebelah yang berjiwa bebas tapi dia care dengan orang-orang disekelilingnya, jadi saya rasa dia oke. Berhubung R mengkonsumsi otak Perry Kelvin, maka R terpaksa berbagi POV dengan Perry, jadi masa lalu R tetap misterius karena diisi oleh masa lalu Perry Kelvin. Mungkin bagi beberapa pembaca menganggap kisah Perry agak pointless selain kaitannya dengan Julie. 


Terus yang saya suka di buku ini adalah, cara penceritaannya yang kalem dan beberapa kutipannya yang cukup bagus dan menginspirasi, misal :

“Tidak ada tolak ukur untuk bagaimana “semestinya” hidup berjalan. Perry. Tidak ada dunia ideal untuk kautunggu-tunggu. Dunia selalu hanya seperti adanya sekarang. Terserah kepadamu bagaimana kau akan bereaksi terhadapnya.” ~hal 180

“Menulis bukan hanya huruf-huruf di atas kertas. Menulis adalah komunikasi. Menulis adalah ingatan.”~hal 222


Untuk cover sendiri, kebetulan saya beli bukunya yang udah cover film, mungkin dengan maksud marketable alih-alih pakai cover film yang seperti ini :

tapi malah cover yang dipakai mirip sama Twilight :

Hehehe, ngga ada maksud apa-apa sih, cuma sekedar membandingkan dua gambar tersebut (tapi saya harus bilang, kalau Nicholas Hoult dan Teresa Palmer lebih hidup dan punya ekspresi) mungkin seperti yang saya tulis sebelumnya, yaitu alasan marketing untuk menarik minat para Twihard. Tapi untuk saya pribadi, saya lebih suka poster dengan latar belakang merah dan pose R memberi bunga pada Julie, karena menurut saya poster film tersebut lebih bercerita and more artistic. 

Source gambar gif 1 Resident Evil Damnation
Source gambar gif 2 The Walking Dead
Source gambar poster Warm Bodies merah : 21 Cineplex
Source gambar poster Warm Bodies kedua : klik sini
Source gambar poster Twilight : klik sini